Rabu, 05 Oktober 2011

"Serang(-an) Balik Mafia Anggaran"

Badan Anggaran DPR melakukan serangan balik pascapemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pimpinan Badan Anggaran terkait dengan kasus korupsi yang diduga melibatkan anggota DPR (20/9).

Padahal, secara substansi, pemeriksaan yang dilakukan KPK hanya untuk mengonfirmasi proses penganggaran yang dilakukan oleh alat kelengkapan DPR tersebut.

Serangan balik itu berupa penolakan melanjutkan proses pembahasan anggaran tahun 2012. Hal tersebut secara jelas tertuang dalam surat bernomor 118/BA/DPR RI/IX/2011 bertanggal 21 September 2011 yang ditujukan ke pimpinan DPR.

Sikap ini bisa dianggap sebagai bentuk resistensi DPR secara kelembagaan terhadap proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Indikasi ini kian menguatkan keberadaan mafia anggaran di tubuh lembaga yang ”katanya” representasi rakyat.

Jika diselisik ke belakang, praktik mafia anggaran di DPR mulai terkuak pascapengakuan Wa Ode Nurhayati, yang juga anggota Badan Anggaran DPR. Dalam keterangannya disebutkan, akar masalah dari praktik mafia anggaran adalah adanya keterlibatan unsur pimpinan dalam tubuh DPR, baik pimpinan DPR sendiri maupun pimpinan alat kelengkapan DPR, terutama Badan Anggaran.

Maka, sangat wajar ketika KPK memeriksa beberapa unsur pimpinan Badan Anggaran yang terkait dengan kewenangannya. Secara hukum, hal itu tidak keliru karena setiap orang memiliki kewajiban yang sama di hadapan hukum, termasuk anggota DPR.

Terkuaknya keterlibatan pimpinan DPR dalam praktik mafia anggaran menuai ”serangan balik” dari pihak yang merasa ”disentil” dengan melaporkan Wa Ode Nurhayati ke Badan Kehormatan DPR. Bahkan, beberapa waktu lalu muncul selentingan isu yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan memiliki transaksi mencurigakan.

Di sisi lain perlu juga dicermati, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertanggal 21 September 2011 atas nama Mindo Rosalina Manulang, terdakwa kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games, menyebutkan bahwa aliran dana tidak hanya mengalir ke tersangka lain, yakni Nazaruddin, tetapi juga mengalir ke sejumlah anggota DPR dan pejabat di daerah.

Putusan pengadilan ini seyogianya ditelusuri untuk mengungkap keterlibatan aktor lain yang menikmati dana haram tersebut. Pembelajarannya dapat dilihat dari kasus cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang menjerat hampir semua anggota DPR yang ikut menikmati aliran dana. Intinya, memanfaatkan satu ”tikus” sekecil apa pun untuk menangkap ”tikus” lain.

Serangan balasan

Langkah politik yang dilakukan Badan Anggaran dengan mengirimkan surat pengembalian pembahasan RAPBN 2012 kepada pimpinan DPR berbuah inisiatif untuk melakukan rapat konsultasi yang akan dilakukan dengan pimpinan KPK. Langkah ini dicurigai sebagai upaya Badan Anggaran berlindung di balik jabatan politiknya dan menghindar dari proses hukum yang sedang dilakukan KPK.

KPK perlu mewaspadai pemanfaatan forum rapat konsultasi yang akan dijadikan sebagai bentuk ”tawar-menawar” yang dapat berujung pada ”mandulnya” penegakan hukum oleh KPK. Apalagi, forum ini digunakan untuk memproteksi anggota DPR dari pemeriksaan yang akan dilakukan.

Serangan balik mafia anggaran ini harus dijawab oleh KPK dengan ”serangan balasan” untuk menunjukkan bahwa KPK tak bisa diintervensi pihak mana pun, termasuk DPR. Hal tersebut dilakukan dengan tetap melanjutkan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Kewenangan di bidang anggaran secara konstitusional dijalankan DPR melalui alat kelengkapan, yaitu Badan Anggaran. Badan Anggaran tentunya jadi bagian dari institusi yang paling mengetahui bagaimana proses penganggaran itu berjalan, termasuk bagaimana praktik mafia anggaran tersebut menjamur.

Secara institusional, jika DPR merasa pemeriksaan terhadap anggota Badan Anggaran menyebabkan terganggunya proses pembahasan anggaran, mekanisme pergantian anggota Badan Anggaran jadi hal yang paling mungkin dilakukan. Dengan begitu, ke depan tak perlu ada alasan ”mengada-ada” bahwa pemeriksaan oleh KPK mengganggu proses pembahasan anggaran.

Pemeriksaan oleh KPK terhadap proses penganggaran di Badan Anggaran menjadi titik awal untuk memperbaiki proses dan mekanisme penganggaran yang selama ini menyebabkan tumbuh suburnya praktik mafia anggaran. Penting untuk tetap mempertahankan Badan Anggaran sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap di DPR, tetapi dengan memperbaiki sistem di dalamnya. Ibarat membunuh ”tikus”, tetapi tidak dengan membakar ”lumbungnya”.

Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia
Tulisan ini disalin dari Kompas, 28 September 2011

BIDIK TERUS ANGGOTA DPR !!

KPK TETAP BIDIK ANGGOTA DPR
Posted by humas on 2011/10/5 6:50:00 (60 reads)

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tak terpengaruh oleh tekanan Dewan Perwakilan Rakyat dalam mengusut kasus-kasus korupsi, termasuk yang diduga melibatkan anggota DPR.

Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin mengatakan institusinya bekerja secara profesional. KPK pun telah memeriksa 44 anggota DPR sampai mereka dipidana. “Kurang profesional apa KPK? Mereka sudah masuk bui,“ katanya via pesan pendek kemarin.

Menurut Jasin, pencapaian itu membuktikan bahwa KPK berhasil menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR. “Kami tetap bekerja keras seperti biasa.“

Sebelumnya, para politikus Senayan menuding KPK tebang pilih padahal memiliki wewenang super. Bahkan politikus Partai Keadilan Sejahtera, Fachri Hamzah, mengusulkan pembubaran KPK. Kegeraman itu dipicu pemeriksaan terhadap empat pemimpin Badan Anggaran dalam kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang dianggap sebagai pengalihan isu dari kasus wisma atlet.

Juru bicara komisi antikorupsi, Johan Budi S.P., mengatakan KPK juga terus mengusut kasus suap Rp 3,2 miliar dalam proyek wisma atlet SEA Games Palembang.“Semua yang diduga terlibat akan kami usut,“ucap Johan.

Kasus wisma atlet diduga melibatkan sejumlah anggota DPR dan petinggi partai politik. KPK telah menyeret tiga orang ke pengadilan, yakni bekas Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam; petinggi PT Duta Graha Indah, M. El Idris; dan petinggi PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang. Rosa sudah divonis 2 tahun 6 bulan penjara, Idris mengajukan permohonan banding, dan Wafid masih menjalani persidangan.

Adapun bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin masih ditahan sebagai tersangka. Nazar dan Rosa beberapa kali menye butkan keterlibatan petinggi Badan Anggaran dan sejumlah elite Demokrat, seperti Ketua Umum Anas Urbaningrum; Wakil Sekretaris Jenderal Angelina Sondakh; Wakil Ketua Badan Anggaran dari Fraksi Demokrat, Mirwan Amir; serta I Wayan Koster dari PDI Perjuangan. Mereka berkali-kali membantah terlibat dan menikmati uang proyek wisma atlet.

Anas dan Angelina pernah satu kali diperiksa oleh KPK sebagai saksi. Tapi KPK belum memeriksa Muhammad Nasir, adik kandung Nazar yang juga politikus Demokrat, yang diduga ikut mengatur proyek.

Pengamat politik Arbi Sanit mengingatkan, DPR, bahkan presiden, dilarang mengintervensi pemeriksaan di KPK. Jika ada bukti keterlibatan anggota DPR, KPK harus memprosesnya, baik meminta keterangan, mencari bukti, maupun menetapkan tersangka. “Yang diperiksa bukan DPR, tapi anggotanya,“katanya kemarin.

Sumber: Tempo, 5 Oktober 2011

Hasil Keputusan Lengkap Komite Etik KPK

VIVAnews – Komite Etik menyatakan, seluruh unsur pimpinan KPK dinyatakan bebas dari pelanggaran pidana. Berikut adalah hasil keputusan lengkap Komite Etik KPK yang dibacakan oleh anggota Komite Etik, Mardjono Reksodiputro, di Gedung KPK, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan:

Kami sudah melakukan wawancara dengan saksi dan terperiksa. Mereka yang oleh pihak luar dipermasalahkan adalah Muhammad Busyro Muqoddas, M. Yasin, Haryono Umar, Chandra Hamzah, Ade Rahardja, Bambang Sapto Pratomo Sunu, Johan Budi, dan Roni Tamtama. Kami telah memeriksa kedelapan orang itu, juga 12 orang saksi internal – 17 dari eksternal KPK, termasuk Saudara Nazaruddin.

Berikut penilaian khusus, dengan mengurut berdasar nama.

Pertama, Muhammad Busyro Muqoddas. Putusannya adalah, Komite Etik beranggapan tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana maupun pelanggaran kode etik pimpinan yang dilakukan oleh terperiksa. Dengan demikian, terperiksa dinyatakan bebas, tidak bersalah, atas semua hal yang dipersangkakan pada dirinya. Keputusan ini diambil dengan suara bulat.

Kedua, M. Yasin. Terhadap Saudara M. Yasin, Komite Etik beranggapan tidak ditemukan pelanggaran pidana maupun pelanggaran kode etik, baik berupa penerimaan uang maupun pertemuan khusus dengan Saudara Nazaruddin. Komite Etik menetapkan bebas, tidak bersalah dari semua sangkaan, terhadapnya. Putusan terhadap Saudara Yasin juga diambil dengan suara bulat.

Ketiga, Chandra M. Hamzah. Komite etik telah melakukan dua kali pertemuan dengan Saudara Chandra. Berdasarkan fakta-fakta dalam wawancara itu, Komite Etik berkesimpulan tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana dan pelanggaran kode etik. Namun, dari 7 anggota Komite Etik, 3 di antaranya mempunyai pendapat yang berbeda. Tetapi perbedaan itu hanya terbatas pada soal pelanggaran ringan oleh Chandra Hamzah. Pada dasarnya, menurut mereka yang mempunyai pendapat berbeda itu, sebagai pimpinan KPK, sepatutnya beliau harus lebih berhati-hati.

Keempat, Haryono Umar. Terhadap Saudara Haryono Umar juga ditemukan tidak ada indikasi pelanggaran hukum pidana ataupun pelanggaran kode etik. Dari 7 anggota, ada 3 pendapat yang berbeda. Sebagian merasa, tetap ada pelanggaran ringan yang telah dilakukan oleh Saudara Haryono Umar, mengingat beliau sebagai pimpinan KPK harus lebih paham dan hati-hati dalam perilakunya.

Kelima, Ade Rahardja. Oleh Komite Etik, dia dianggap telah melakukan kesalahan pelanggaran ringan atas kode etik pegawai KPK. Putusan ini diambil dengan dua perbedaan pendapat. Untuk terperiksa Ade Rahardja, sebenarnya apa yang dilakukan itu masih dapat diterima.

Keenam, Bambang Sapto Pratomo Sunu. Komite Etik berpendapat, telah terjadi pelanggaran kode etik pegawai. Dari 7 komite etik, ada 3 yang mempunyai pendapat berbeda. Apa yang terjadi dalam perilaku Saudara Bambang masih dapat ditolerir dalam kode etik pegawai.

Ketujuh, Johan Budi. Berdasarkan fakta-fakta yang terkumpul dalam wawancara dan sepanjang pengetahuan Komite Etik, dia diputuskan bebas, tidak melakukan pelanggaran pidana maupun pelanggaran kode etik. Putusan ini dibuat dengan suara bulat.

Terkahir, Roni Tamtama. Dari fakta-fakta yang diterima Komite Etik, dia bebas, tidak melakukan pelanggaran kode etik pegawai KPK. Keputusan diambil diambil dengan suara bulat. (eh)

QUO VADIS : KURATOR

(disadur dari Hukum Online)

Banyak orang tidak tahu apa itu Kurator. Dalam ensiklopedia bebas, Kurator diartikan sebagai ketua akuisisi dan penjaga barang-barang koleksi sebuah museum, perpustakaan atau lembaga serupa. Namun arti itu berbeda jika diterjemahkan dalam perspektif hukum. Sebelum mengenal jauh tentang profesi ini, ada baiknya memahami arti pailit. Soalnya, tugas Kurator berkaitan erat dengan masalah kepailitan.



Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Ricardo Simanjuntak, menjelaskan pailit adalah status hukum dimana harta seorang Debitor diletakkan dalam sita umum akibat dari tidak membayar suatu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Debitor tersebut juga memiliki paling tidak satu Kreditor lain atau minimal dua Kreditor.



Adapun tujuan harta itu diletakkan dalam sita umum agar tidak memberikan kesempatan kepada Kreditor untuk berebut harta tersebut. Nantinya, harta yang berada dalam status sita umum ini akan digunakan atau dijual untuk membayar kewajiban Debitor kepada para Kreditor sesuai dengan jabatan masing-masing. Dari sinilah muncul istilah Kurator.



Menurut UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU PKPU), Kurator adalah profesional yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan. Maksud pengurusan di sini yaitu mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta dengan cara dijual melalui lelang.



“Orang yang bertugas memastikan barang yang disita bisa diindentifikasi, dimanage, dipertahankan, bahkan dikembangkan nilainya untuk dijual dan dibagikan hasilnya kepada kreditor,” kata Racardo.



Meski ditunjuk oleh pengadilan, Kurator tetap diusulkan oleh pemohon pailit. Namun dalam bertugas, Kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon melainkan untuk kepentingan budel pailit. Intinya, Kurator tidak melulu lebih mendahulukan kepentingan Kreditor, tapi harus fair juga terhadap Debitor. Di sinilah muncul mekanisme renvoi.



Menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas Kurator. Untuk itu, Kurator harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar bisa mendapatkan informasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut. Tapi ingat, Kurator tidak sama dengan Auditor. Dalam bertugas, Kurator justru bisa membutuhkan Auditor.



Ricardo mengatakan, jasa independen Auditor sangat diperlukan jika Kurator tidak mampu membaca laporan keuangan perusahaan. Bahkan, Kurator bisa saja mengundang appraisal atau konsultan pajak bila memang dibutuhkan. Yang pasti, itu semua menambah biaya. Padahal, Kurator harus berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menambah beban ke budel pailit agar nilai harta untuk Kreditor tidak berkurang.



“Kurator memang melakukan tindakan audit, tapi itu hanya salah satu rangkaian dari tindakan lainnya,” tambah Ricardo.



Tanpa Kepastian Hukum

Secara kasat mata mungkin tugas Kurator terlihat mudah. Padahal, banyak hambatan yang ditemui di lapangan, antara lain terkait kepastian hukum terhadap profesi ini. Menurut Ricardo, belum ada jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas Kurator. Bahkan, katanya, pengadilan seperti tidak peduli dengan putusannya yang telah memailitkan perusahaan.



Ricardo yang juga berprofesi sebagai Kurator mencontohkan, saat seorang Debitor dinyatakan pailit maka hartanya harus berada dalam suatu sita umum dan orang tidak boleh mengambil apa pun dari harta itu. Pada saat itu juga pengadilan menunjuk Kurator untuk mengamankan budel pailit tersebut. Sekecil apapun aset dalam budel pailit itu hilang, Kurator harus bertanggungjawab.



Namun bukan itu yang jadi persoalan. Dikatakan Ricardo, meski telah diputus pailit oleh pengadilan, banyak Debitor yang tidak mengizinkan Kurator untuk mengurus aset dan harta perusahaannya. Ironisnya, tidak ada tindakan tegas dari pengadilan mengenai hal ini. “Seakan-akan pengadilan membiarkan saja putusannya itu diabaikan orang,” ketusnya.



Kemudian masalah time frame. Dalam hal ini, Ricardo mengkritisi kinerja Mahkamah Agung (MA) yang selalu telat dalam memutus perkara pailit. Ia menilai lembaga ini tidak memiliki kedisiplinan. Atas dasar itu, Ricardo menganggap tidak ada institusi hukum yang peduli dengan UU PKPU.



“Bila diperhatikan, putusan-putusan MA paling tidak ada disiplinnya soal time frame. Seakan-akan sesukanya,” tambah pemilik kantor Law Firm Ricardo Simanjuntak & Partners ini.



Pendapat Ricardo setali tiga uang dengan Tommy S Siregar, Kurator yang tergabung dalam Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI). Menurutnya, ada beberapa masalah yang dihadapi Kurator dalam melaksanakan tugas. Dalam menghadapi Debitor nakal, misalnya. Dalam hal ini Debitor tidak mau bekerjasama dengan Kurator dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta pailit.



Bila hal demikian yang terjadi, jelas, Debitor telah melanggar Pasal 41 UU PKPU. Pasal 41 UU tersebut menyatakan, Kurator mempunyai hak untuk membatalkan seluruh tindakan-tindakan dari Debitor yang tidak seharusnya dilakukan, tapi tindakan itu merugikan Kreditor.



Masalah lainnya adalah pelaksanaan lelang harta pailit yang dihambat serta dilaporkannya Kurator kepada instansi kepolisian. Bahkan, tak jarang Kurator mendapat tekanan dari Kreditor yang hak-haknya tidak terpenuhi. “Ini menunjukkan perlindungan terhadap kurator belum maksimal,” ungkap Tommy.



Sekadar ingatan, pada tahun 2005, Tommy bersama kurator lainnya, Suwandi Halid pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap 8 pasal dalam UU PKPU. Permohonan mereka di antaranya didasari oleh rasa keberatan dengan bunyi pasal 127 ayat 1 yang menyatakan, jika terdapat perselisihan maka hakim pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak yang berselisih untuk menyelesaikan masalahnya di tingkat pengadilan.



“Kita keberatan dengan bunyi pasal itu karena jika perkara perselisihan dimasukkan ke pengadilan negeri bukan ke pengadilan niaga, maka bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun dan menimbulkan ketidakpastian hukum,” kata Tommy.



Namun permohonan mereka ditolak. Majelis hakim konstitusi menyatakan, pasal itu sudah memberikan kepastian hukum karena yang dimaksud oleh pasal tersebut sebenarnya adalah pengadilan niaga sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh pasal 1 angka 7 UU PKPU.



Selebihnya, majelis menganggap dalil-dalil yang diajukan pemohon untuk pasal lain yang diujimateriilkan tidak cukup beralasan untuk menyatakan pasal-pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.

Manajemen Risiko: Bagaimana implementasinya oleh Bank?

Written by InfoPerbankan.Com
Langkah untuk menuju visi jangka panjang sebuah Bank diperlukan kemajuan dalam kualitas manajemen risiko pada aktivitas Bank sehari-hari, khususnya proses dan kualitas pengukuran risiko. Bank memperoleh pendapatannya dari menerima dan mengelola risiko nasabah untuk memperoleh laba. Risiko adalah alasan mengapa Bank melakukan usaha.

Image
Struktur tata kelola manajemen risiko Bank yang kuat menjadi dasar evaluasi keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian untuk menghasilkan pendapatan yang berkesinambungan, mengurangi fluktuasi pendapatan serta meningkatkan nilai bagi pemegang saham.

Kerangka Manajemen Risiko Bank meliputi identifikasi yang mendalam terhadap Risk Management Objective dan Risk Appetite, berlangsungnya Risk Management Process yang berkesinambungan dan tersedianya Risk Infrastructure yang memadai serta terciptanya Risk Environment yang mendukung. Mari kita bahas satu persatu.

Yang pertama, Risk management Objective, tujuan Bank adalah pengalokasian modal secara efisien guna mendapatkan keuntungan yang optimal dan mengurangi kejutan kejutan ( surprises). Metode yang Bank gunakan adalah memilih aktiva produktif maupun kegiatan-kegiatan bank yang dapat terukur secara efektif dalam kerangka risiko risk and return yang disesuaikan dengan kultur perusahaan, kemampuan modal, organisasi dan infrastrukturnya. Sangat penting bagi Bank untuk memahami masalah-masalah bisnis dan investasi di mana Bank melakukan investasi sehingga Bank dapat mengumpulkan data dan informasi serta melakukan sensitivity analysis, baik atas faktor faktor internal dan eksternal terhadap pendapatan sebelum memutuskan melakukan investasi.


Yang kedua istilah Risk Appetite bergantung pada kemampuan kita untuk mengantisipasi dan mengukur besaran risiko. Dengan menggunakan batasan-batasan ( limits), Bank dapat memastikan seluruh risiko telah terdiversifikasi dengan baik dan seluruh portofolio tersebar dengan baik pula, sesuai dengan target pasar kita dan memenuhi seluruh proses transaksi, kebijakan serta prosedur.

Yang ketiga untuk Risk Management Process Bank memenuhi arahan Basel II Accord, Manajemen Risiko dikelola berdasarkan tahapan-tahapan yang sistematis sebagai berikut:
- Risk awareness
- Risk identification
- Risk monitoring
- Risk mitigation

Bank harus mempunyai risk library, Control Risk Self Assessment (CRSA) maupun business self-assessment, metode metode pengukuran risiko, scenario analysis, sistem deteksi dini, contingency plan serta sistem pelaporan manajemen yang memadai. Risk awareness dilakukan melalui sosialisasi yang intensif, lokakarya dan pelatihan yang berkesinambungan untuk membangun risk culture bagi seluruh karyawan.

Keempat , Risk Management Infrastructure menggambarkan dengan jelas peranan masing-masing dalam organisasi guna menjalankan fungsi Manajemen Risiko, kebijakan dan prosedur untuk mengkomunikasikan aspek-aspek penting dari proses-proses, metodologi untuk memperkirakan besarnya potensi kerugian, sistem analisis serta laporan yang tepat waktu.

Kelima adalah Risk Environment meliputi pengembangan kultur yang sesuai yang mendukung pendekatan risiko yang tepat, komunikasi yang tepat mengenai manfaat manajemen risiko, pelatihan untuk memastikan bahwa organisasi mengikuti teknik yang terbaru dan hubungan antara pengambilan risiko, penilaian kinerja dan kompensasi untuk menekankan tanggung jawab pada tingkat perorangan.
Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: [sunting] Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. [sunting] Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. [sunting] Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. [sunting] Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. [sunting] Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. [sunting] Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. [sunting] Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. [sunting] Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. [sunting] Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. [sunting] Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. [sunting] Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. [sunting] Penafsiran Pasal Demi Pasal [sunting] Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. [sunting] Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. [sunting] Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. [sunting] Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. [sunting] Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. [sunting] Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. [sunting] Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. Penafsiran a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. [sunting] Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Penafsiran a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. [sunting] Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. [sunting] Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. [sunting] Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006 Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia: 1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan 2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo 3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis 4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu 5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe 6. Federasi Serikat Pewarta-Masfendi 7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa'a Hia 8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S 9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril 10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho 11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan 12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk 13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto 14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus 15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam 16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin 17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian 18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar 19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro 20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi 21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan 22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli 23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S. 24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian- 25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli 26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem 27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun 28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra 29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat. (Disunting oleh Asnawin) disadur dari: WIKIPEDIA

Rabu, 19 Januari 2011

DARI KOMPAS

Denny : Ini Tuduhan Serius
Penulis : Hindra Liu | Editor : Inggried
Rabu, 19 Januari 2011 | 14:51 WIB
KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN Staf Khusus Presiden, Denny Indrayana

TERKAIT:

* Gayus "Tembak" Denny
* Gayus Minta Tak Dijadikan Alat Politik
* Gayus Apresiasi Hukumannya
* Gayus Divonis Tujuh Tahun

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengatakan, tuduhan terpidana korupsi pajak Gayus HP Tambunan bahwa Satgas merekayasa pertemuan di Singapura adalah tak benar. Denny juga menyangkal tuduhan Gayus bahwa dirinya meminta mantan pegawai Dirjen Pajak golongan III A mengaitkan kasus pajak dengan pengusaha Aburizal "Ical" Bakrie.

"Ini tuduhan yang sangat serius," kata Denny singkat kepada para wartawan di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/1/2011).

Ketika dimintai keterangan lebih jauh, Denny enggan berkomentar. "Ini harus kita sikapi dengan pernyataan yang tepat dan akurat," kata Denny.

"Namun, saya ingin terlebih dahulu mendengar, melihat, informasi yang disampaikan Gayus sebelum bisa memberikan komentar," tambah Denny.

Dijelaskan Denny, yang juga Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dirinya memiliki informasi, dan data-data pembicaraannya dengan Gayus. "Data-data ini menunjukkan bahwa apa yang dituduhkan tidak benar," sambungnya.

Dalam pernyataannya seusai sidang vonis di PN Jakarta Selatan, Gayus membeberkan sejumlah hal yang ditujukan kepada Satgas PMH, khususnya Denny Indrayana. Ia mengatakan, Denny yang menyusun skenario keberangkatannya ke Singapura, termasuk menjemputnya kembali ke Tanah Air. Gayus bahkan menuding Denny telah membawa kasus ini ke ranah politik.