Rabu, 05 Oktober 2011

"Serang(-an) Balik Mafia Anggaran"

Badan Anggaran DPR melakukan serangan balik pascapemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pimpinan Badan Anggaran terkait dengan kasus korupsi yang diduga melibatkan anggota DPR (20/9).

Padahal, secara substansi, pemeriksaan yang dilakukan KPK hanya untuk mengonfirmasi proses penganggaran yang dilakukan oleh alat kelengkapan DPR tersebut.

Serangan balik itu berupa penolakan melanjutkan proses pembahasan anggaran tahun 2012. Hal tersebut secara jelas tertuang dalam surat bernomor 118/BA/DPR RI/IX/2011 bertanggal 21 September 2011 yang ditujukan ke pimpinan DPR.

Sikap ini bisa dianggap sebagai bentuk resistensi DPR secara kelembagaan terhadap proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Indikasi ini kian menguatkan keberadaan mafia anggaran di tubuh lembaga yang ”katanya” representasi rakyat.

Jika diselisik ke belakang, praktik mafia anggaran di DPR mulai terkuak pascapengakuan Wa Ode Nurhayati, yang juga anggota Badan Anggaran DPR. Dalam keterangannya disebutkan, akar masalah dari praktik mafia anggaran adalah adanya keterlibatan unsur pimpinan dalam tubuh DPR, baik pimpinan DPR sendiri maupun pimpinan alat kelengkapan DPR, terutama Badan Anggaran.

Maka, sangat wajar ketika KPK memeriksa beberapa unsur pimpinan Badan Anggaran yang terkait dengan kewenangannya. Secara hukum, hal itu tidak keliru karena setiap orang memiliki kewajiban yang sama di hadapan hukum, termasuk anggota DPR.

Terkuaknya keterlibatan pimpinan DPR dalam praktik mafia anggaran menuai ”serangan balik” dari pihak yang merasa ”disentil” dengan melaporkan Wa Ode Nurhayati ke Badan Kehormatan DPR. Bahkan, beberapa waktu lalu muncul selentingan isu yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan memiliki transaksi mencurigakan.

Di sisi lain perlu juga dicermati, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertanggal 21 September 2011 atas nama Mindo Rosalina Manulang, terdakwa kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games, menyebutkan bahwa aliran dana tidak hanya mengalir ke tersangka lain, yakni Nazaruddin, tetapi juga mengalir ke sejumlah anggota DPR dan pejabat di daerah.

Putusan pengadilan ini seyogianya ditelusuri untuk mengungkap keterlibatan aktor lain yang menikmati dana haram tersebut. Pembelajarannya dapat dilihat dari kasus cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang menjerat hampir semua anggota DPR yang ikut menikmati aliran dana. Intinya, memanfaatkan satu ”tikus” sekecil apa pun untuk menangkap ”tikus” lain.

Serangan balasan

Langkah politik yang dilakukan Badan Anggaran dengan mengirimkan surat pengembalian pembahasan RAPBN 2012 kepada pimpinan DPR berbuah inisiatif untuk melakukan rapat konsultasi yang akan dilakukan dengan pimpinan KPK. Langkah ini dicurigai sebagai upaya Badan Anggaran berlindung di balik jabatan politiknya dan menghindar dari proses hukum yang sedang dilakukan KPK.

KPK perlu mewaspadai pemanfaatan forum rapat konsultasi yang akan dijadikan sebagai bentuk ”tawar-menawar” yang dapat berujung pada ”mandulnya” penegakan hukum oleh KPK. Apalagi, forum ini digunakan untuk memproteksi anggota DPR dari pemeriksaan yang akan dilakukan.

Serangan balik mafia anggaran ini harus dijawab oleh KPK dengan ”serangan balasan” untuk menunjukkan bahwa KPK tak bisa diintervensi pihak mana pun, termasuk DPR. Hal tersebut dilakukan dengan tetap melanjutkan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Kewenangan di bidang anggaran secara konstitusional dijalankan DPR melalui alat kelengkapan, yaitu Badan Anggaran. Badan Anggaran tentunya jadi bagian dari institusi yang paling mengetahui bagaimana proses penganggaran itu berjalan, termasuk bagaimana praktik mafia anggaran tersebut menjamur.

Secara institusional, jika DPR merasa pemeriksaan terhadap anggota Badan Anggaran menyebabkan terganggunya proses pembahasan anggaran, mekanisme pergantian anggota Badan Anggaran jadi hal yang paling mungkin dilakukan. Dengan begitu, ke depan tak perlu ada alasan ”mengada-ada” bahwa pemeriksaan oleh KPK mengganggu proses pembahasan anggaran.

Pemeriksaan oleh KPK terhadap proses penganggaran di Badan Anggaran menjadi titik awal untuk memperbaiki proses dan mekanisme penganggaran yang selama ini menyebabkan tumbuh suburnya praktik mafia anggaran. Penting untuk tetap mempertahankan Badan Anggaran sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap di DPR, tetapi dengan memperbaiki sistem di dalamnya. Ibarat membunuh ”tikus”, tetapi tidak dengan membakar ”lumbungnya”.

Reza Syawawi, Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia
Tulisan ini disalin dari Kompas, 28 September 2011

Tidak ada komentar: