Senin, 21 April 2008

TEMASEK, Apakah Kepemilikan Silang = Praktek Monopoli?

Kasus Temasek: Ramai-ramai Ajukan Banding
21Nov07
HukumOnline.com [20/11/07] Vonis bersalah KPPU terhadap Temasek Holdings, Pte. Ltd cs dan Telkomsel, terus menuai protes. Para pihak Temasek cs, ramai-ramai berencana mengajukan banding. Perkara ini mungkin pula berujung pada arbitrase.
Tentu saja yang paling terpukul adalah Temasek. Dalam rilisnya, Temasek Holdings menegaskan pihaknya tidak bersalah dan akan melawan keputusan KPPU. “Kami tidak bersalah. Keputusan tersebut jelas-jelas tidak masuk akal dan mengabaikan semua fakta. Tuduhan terhadap Temasek sama sekali tidak berdasar,” tegas Direktur Eksekutif Temasek Simon Israel dalam rilisnya, Selasa (20/11).
“Temasek tidak memiliki saham di Indosat dan Telkomsel, dan kami tidak terlibat sama sekali dalam keputusan bisnis dan operasional mereka,” tegas Simon. Ia menjelaskan, Telkomsel merupakan perusahaan dikontrol oleh Pemerintah Indonesia yang juga memiliki satu saham emas di Indosat. “Industri telekomunikasi di Indonesia dibatasi oleh peraturan. Tidaklah mungkin jika Pemerintah Indonesia dan para regulator telekomunikasi mengizinkan terjadinya penetapan tarif ataupun menyebabkan kerugian bagi konsumen. Temasek akan berjuang melawan keputusan tersebut,” pungkasnya. Sikap sama ditunjukkan manajemen PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). “Pada prinsipnya Telkomsel selalu patuh pada regulasi dan keputusan hukum, Namun dalam rangka mendapatkan kejelasan Telkomsel akan mengajukan banding,” ujar Dirut Telkomsel Kiskenda Suryahardja dalam siaran persnya, Selasa (20/11). Kiskenda menyakinkan bahwa selama ini Telkomsel selalu patuh pada regulasi dan tidak merasa melakukan praktek pengenaan tarif yang tinggi. Karena pengenaan tarif Telkomsel mengacu pada peraturan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). “Selama ini regulator tidak pernah mempermasalahkannya (tarif Telkomsel, red),” ujarnya. Saat ini, ujarnya, Telkomsel tengah melakukan kajian internal dan akan dikonsultasikan dengan pemegang saham. Rencana Telkomsel didukung oleh Singapore Telecommunications (SingTel) yang akan mempertahankan investasinya di Indonesia dan siap melawan keputusan KPPU. Saat itu, SingTel memiliki 35 persen saham Telkomsel melalui unit usaha yang dimiliki sepenuhnya, SingTel Mobile. Sementara itu, Temasek memiliki 56% saham SingTel. Sisa saham Telkomsel 65% dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom). “SingTel dan SingTel Mobile akan mempelajari putusan itu dan akan mengambil langkah yang penting untuk melindungi kepentingannya di Indonesia dan hukum internasional,” demikian pernyataan SingTel, sebagaimana dikutip dari Straits Times, Selasa (20/11). SingTel juga menyesalkan putusan tersebut dan menilainya tidak bisa dipahami. SingTel menegaskan pihaknya memiliki dewan direksi yang independen dan bisnisnya sama sekali tidak dikontrol dan dioperasikan oleh Temasek. Di lain pihak, sikap Singapore Technologies Telemedia (STT) tak kalah meradang dengan putusan KPPU. STT siap menantang KPPU demi melindungi investasinya di Indosat. “STT dan anak perusahaannya akan menantang temuan KPPU dan akan bersikukuh mempertahankan posisi kami,” tegas Presiden dan CEO STT Lee Theng Kiat dalam rilisnya, Selasa (20/11). STT selanjutnya akan melakukan review atas rincian keputusan tersebut dan mengambil upaya hukum selayaknya untuk melindungi investasinya di Indosat. “Keputusan KPPU menimbulkan pertanyaan yang serius terhadap pelaksanaan hukum sekaligus meragukan apakah investor asing dapat dengan aman berinvestasi di Indonesia,” pungkas Lee. DukunganPada acara jumpa pers di Jakarta, Selasa (20/11), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menyatakan akan mendukung upaya pengajuan banding yang akan dilakukan anak usahanya PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) atas vonis KPPU. “Atas inisiatif korporasi, Telkom akan mendukung penuh Telkomsel dalam pengajuan banding ke pengadilan negeri,” kata Vice President Public and Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia Ia menambahkan, dalam pengajuan keberatan terhadap vonis KPPU, dukungan Telkom tidak terkait dengan pengajuan keberatan yang diajukan oleh Temasek. “Dukungan Telkom terhadap Telkomsel, saling tidak terkait dengan pengajuan keberatan Temasek. Keduanya mengajukan keberatan secara terpisah,” ujarnya. Eddy menekankan Telkomsel telah memberikan kontribusi yang sangat besar, baik bagi Telkom maupun pemerintah. Nilai pendapatan negara dari Telkom sebagian besar diperoleh dari Telkomsel. Tahun 2006 lalu, Telkom memberikan kontribusi sebesar Rp 23,7 triliun. “Dari Rp 23,7 triliun itu, sebagian besar disumbangkan oleh Telkomsel. Oleh karena itu, selayaknya eksistensi Telkomsel dilindungi, yaitu memberikan kesempatan pada perusahaan ini agar berkembang,” kata Eddy. Sementara mengenai vonis penurunan tarif 15%, Eddy menyatakan hal itu bisa berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Telkomsel. “Selama ini, tarif Telkomsel sudah sesuai dengan tarif yang ditetapkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), artinya running business Telkomsel sesuai kebutuhan pasar. Penurunan tarif 15% bisa berpengaruh signifikan bagi Telkomsel, walaupun dampaknya belum bisa diperkirakan secara pasti,” kata Eddy. Ia juga menjelaskan, tuduhan adanya pengendalian Telkomsel oleh Temasek tidak pernah terjadi. “Kepemilikan 35% saham oleh Singtel itu tidak membuatnya mengendalikan Telkomsel. Sebetulnya, pengendali utama Telkomsel adalah Telkom, karena kami memiliki 65% saham. Jadi tuduhan itu sebenarnya tidak benar,” tandasnya. Sementara itu, KPPU menilai keputusan bersalah terhadap Temasek tidak bisa dibawa ke arbitrase internasional. Putusan itu hanya bisa dibawa ke pengadilan di dalam negeri. “Hukum persaingan tidak memungkinkan dibawa ke arbitrase internasional. Hanya di pengadilan dalam negeri,” kata Ketua KPPU M Iqbal saat dihubungi lewat telepon selularnya, Selasa (20/11). Pernyataan Iqbal sekaligus menyangkal pendapat bahwa putusan KPPU terhadap Temasek akan dibawa ke arbitrase internasional. Tak tanggung-tanggung Iqbal memberi contoh, yakni kasus Microsoft dengan Uni Eropa, dimana kasusnya tidak bisa dibawa ke arbitrase internasional. Iqbal juga mengatakan bahwa putusan KPPU tidak akan mengganggu iklim investasi di Indonesia. “Kita pernah menghukum Carrefour, tapi Carrefour tetap saja di sini, komentar itu mungkin hanya untuk menakut-nakuti KPPU,” tukas Iqbal. Menanggapi kabar dirinya mendapat dana Rp 8 miliar atas kasus Temasek, Iqbal dengan tegas mengatakan hal tersebut tidak benar. “Kalau memang punya bukti bawa saja ke KPK,” ujar Iqbal. Putusannya bisa diperkarakan di ICSIDPendapat berbeda dilontarkan pakar hukum dari Universitas Sumatra Utara, Ningrum Natasya Sirait. Ia mengatakan, ada kemungkinan Temasek membawa putusan KPPU ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. “Jika investor merasa investasinya dirugikan pemerintah, investor tersebut bisa mengajukannya ke ICSID. Itu satu-satunya di dunia jika investor melawan pemerintah,” kata Ningrum saat bertandang ke kantor hukumonline, Selasa (20/11). Menurut dia, ICSID berbeda dengan arbitrase biasa. “Kalau arbitrase itu apabila ada dua pihak dan dalam perjanjiannya mengatur jika salah satu pihak default (cidera janji, red) dan tidak memenuhi janjinya bisa dibawa ke arbitrase internasional,” kata Ningrum. Ningrum menuturkan keputusan hukum yang dikeluarkan KPPU bukan untuk mematikan dunia usaha. Menurutnya, sanksi yang paling tepat untuk membuat jera investor adalah denda, bukan dengan menghukum supaya si investor mengurangi bahkan melepaskan sahamnya di suatu perusahaan. “Kepastian hukum itu penting, tapi juga harus menjamin kepastian berusaha,” tegasnya. Ia menambahkan, semua perkara yang ada di KPPU merupakan masalah hukum dan ekonomi. Artinya, di dalam lembaga itu ilmu hukum dan ekonomi kawin dalam suatu kondisi dimana persepsi pasar bisa dilihat dari dua kacamata yang berbeda. Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief FX Poyuono juga sependapat dengan Ningrum. Ia berujar bahwa dengan adanya putusan ini, KPPU semakin merusak tatanan ekonomi dan hukum yang ada di Indonesia. “Saya ingatkan kepada Bapak Presiden bahwa program ekonomi dan hukum yang sedang anda bangun, telah dirusak oleh KPPU lewat putusan tersebut,” ujarnya di Jakarta, Selasa (20/11). Menurutnya, jika kasus ini jadi dibawa oleh Temasek ke Forum ICSID, maka hancurlah Indonesia. “Saya jamin, para investor akan berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia. Para investor akan melihat tidak adanya kepastian hukum,” ujarnya. “Jelas ini akan merusak rencana pemerintah yang akan menarik investor asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia,” tambahnya. Keputusan KPPU ini, lanjut Arief merupakan lonceng kematian investasi di Indonesia. “Betapa tidak, Temasek yang dua tahun lalu diundang secara terhormat untuk ikut dalam bidding saham Indosat. Kini, diperlakukan sebagai pesakitan dan dihukum sebagai pihak yang melakukan monopoli,” jelasnya. Padahal, kata Arief, dalam konteks hukum, sebagai pihak penjual saham Indosat, maupun sebagai pemegang otoritas hukum di wilayah terjadinya transaksi divestasi. Pemerintah berkewajiban untuk menyampaikan segala informasi terkait dengan transaksi divestasi tersebut. Hal ini terkait erat dengan due dilligence, khususnya terkait dengan aspek legal sebagai dasar dalam melakukan suatu perbuatan dalam divestasi itu. Fakta itu, akan menjadi senjata yang sangat ampuh bagi Temasek untuk menempuh jalur hukum ke arbitrase internasional. Terlebih lagi divestasi Indosat juga dikuatkan dengan keputusan DPR. “Dalam sales and purchase agreement Indosat, secara jelas tertulis bahwa setiap sengketa yang timbul akan diselesaikan di arbitrase international United Nations Commission on International Law di Hongkong,” paparnya. Karena itu, tanpa tedeng aling-aling Arief menuding adanya konspirasi di balik putusan Temasek ini. “Saya adalah saksi hidup semua proses kasus Temasek. Mulai dari awal pengajuan kasus hingga ada putusan seperti ini,” tuturnya. (Lut/Sut)

Tidak ada komentar: